BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ilmu hadits merupakan
salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam islam, Sebagaimana ilmu
Al-Qur’an atau yang dikenal dengan ilmu tafsir yang merupakan sarana untuk
memppelajari Al-Qur’an. Ilmu hadits merupakan sarana untuk mempelajari dan
memahami hadits-hadits Nabi.
Ilmu hadits merupakan
salah satu ilmu yang cukup sulit dipelajari diantara ilmu-ilmu keislaman,
terutama bagi orang Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya istilah dalam
ilmu tersebut yang cukup asing bagi orang-orang non-arab.
1.2 Maksud
dan Tujuan
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memberikan sekelumat tentang Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar,
Pembagian Hadits , Hadits Qudsi , dan Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits
Nabawi. Kami mengharapkan pembaca dapat memahami dan mengerti mengenai isi
makalah ini.
1.3 Rumusan
masalah
o
Apa pengertian Hadits, Sunnah, Khabar,
dan Atsar?
o
Apa saja pembagian hadits Qudsi?
o
Apa perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Hadits, Sunnah, dan Atsar
A. Hadits
Secara
bahasa, hadits berarti Aljadiid yang
berarti baru, lawan dari Alqodiim yang
berarti lama, juga sebagai Alkhobar yang berarti berita atau kabar. (Ismail,
M.Syuhudi,1987, pengantar ilmu hadits, ujung pandang: angkasa bandung. hal 1)
Menurut
istiah terdapat perbedaan pengertian hadits, yaitu sebagai berikut :
·
Menurut muhaditsin yaitu segala ucapan,
perbuatan, taqrir maupun hal ihwal Nabi Muhammad SAW sudah diangkat menjadi
Nabi atau Rasul maupun sebelum diangkat menjadi Rasul.
·
Menurut Ushuliyyun yaitu segala
perbuatan, perkataan, serta taqrir Nabi yang ada sangkut pautnya dengan hukum.
·
Menurut Fuqaha, Hadits itu sumbernya
yakni Nabi dan dari sisi subtansi materi hanya menyangkut aspek-aspek hukum.
(Sumarna cecep, 2004, pengantar ilmu hadits, Bandung: pustaka bani quraisy. Hal
5).
B.
Sunnah
Secara
bahasa sunnah berarti jalan. Arti ini diambil dari penggalan hadits Nabi yang
mengatakan :
“ Barangsiapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) baik
yang baik maka baginya pahala atas perbuatannya itu dan pahala orang-orang yang
mengerjakan hingga hari kiamat.”
(Ismail,
M.Syuhudi,1987, pengantar ilmu hadits, ujung pandang: angkasa bandung. Hal 11)
Menurut
istliah terdapat perbedaan pengertian hadits, yaitu sebagai berikut :
·
Menurut Muhaditsin yaitu perjalanan
hidup Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, taqrir, pengajaran, sifat dan
keadaan yang dinukilkan (diriwayatkan) setelah menjadi Rasul dan sebelum
menjadi Rasul.
·
Menurut Ushuliyyun yaitu berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrir (pengakuan) yang telah dinukilkan
(diriwayatkan) oleh Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan hukum.
·
Menurut Fuqaha yaitu segala amalan yang
apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika tidak dikerjakan tidak mendapat
siksa. (Ismail, M.Syuhudi,1987, pengantar ilmu hadits, ujung pandang: angkasa
bandung. hal 12)
C.
Khabar
Secara
bahasa khabar berarti berita kata ini lawan dari kata Insya yang berarti suatu berita yang mengandung kemungkinan besar
dan dusta. (Sumarna cecep, 2004, pengantar ilmu hadits, Bandung: pustaka bani
quraisy. Hal 5)
Menurut
istilah terdapat perbedaan pengertian hadits, yaitu sebagai berikut :
·
Menurut Muhaditsin, sebagian ulama
mengatakan bahwa khabar itu sinonim atau sama dengan hadits. Menyatakan bahwa
khabar yaitu segala sesuatu yang datang dari Nabi baik marfu (yang disandarkan
kepada Nabi), mauquf (yang disandarkan kepada sahabat), maupun maqthu (yang
disandarkan kepada tabiin).
(Ismail,
M.Syuhudi,1987, pengantar ilmu hadits, ujung pandang: angkasa bandung. Hal 9)
·
Pendapat lain mengenai ulama muhaditsun
yang berasal dari khurasan mengatakan bahwa arti atsar adaah sesuatu yang
datang dari sahabat saja (mauquf) dan khabar berasal dari Nabi (marfu) saja.
(Sumarna
cecep, 2004, pengantar ilmu hadits, Bandung: pustaka bani quraisy. Hal 5)
D.
Atsar
Menurut
bahasa atsar berarti bekas atau sisa sesuatu, sisa waktu, atau sesuatu yang
diriwayatkan. (Sumarna cecep, 2004, pengantar ilmu hadits, Bandung: pustaka
bani quraisy. Hal 5)
Sedangkan
menurut istilah atsar berarti :
·
Menurut Muhaditsin yaitu segala ucapan,
perbuatan, taqrir dan hal ihwal tentang Nabi, sahabat, dan tabiin (sama atau
sinonim dengan hadits). Hanya saja berbedaannya terletak pada rujukan, sumber
rujukan atsar tidak terbatas hanya pada Nabi tetapi pada sahabat dan tabiin
nya. (Sumarna cecep, 2004, pengantar ilmu hadits, Bandung: pustaka bani
quraisy. Hal 5)
·
Menurut Ushulyyun, segala ucapan,
perbuatan serta taqrir dan hal ihwal tentang Nabi, Sahabat, dan Tabi’in yang
berhubungan dengan hukum.
·
Menurut Fuqaha yaitu perkataan ulama
salaf (Imam Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Asy’ari), sahabat, tabiin dan
lain-lain. (Ismail, M.Syuhudi,1987, pengantar ilmu hadits, ujung pandang:
angkasa bandung. Hal 10).
2.2 Pembagian Hadits
1. Hadits
Qauli, adalah hadits yang berupa ucapan atau perkataan Nabi Muhammad SAW.
tentang berbagai hal, sumber hukum,
akidah, akhlaq, dan tuntutan lainnya.
a. Cara
Penyampaian Riwayat Hadits Qauli
Sahabat-sahabat
Nabi dalam menerima hadits qauli (sabda) Rasulullah dari Nabi, ada yang
mendengar secara langsung dari Nabi, ada yang mendengar secara tidak langsung
yaitu mendengar dari sahabat-sahabat Nabi yang lainnya.
Beberapa
lafadh yang biasa dipakai para sahabat dalam menyampaikan hadits qauli:
1. Bentuk
pertama dengan lafadh :
Ø Sami’tu
Rasuulullaahi SAW. . .
( Saya mendengar
Rasulullah saw. . . )
Ø Akhbaranii
Rasuulullaaih SAW. . . .
( Rasulullah saw
Mengabarkan kepadaku. . . )
Ø Hadatsanii
Rasuulullaahi SAW. . .
( Rasulullah saw menceitaka
kepadaku. . . )
Cara
penyampaian periwayatan hadits dengan lafadh-lafadh seperti ini merupakan cara
yang paling pokok karena menunjukkan bahwa sahabat yang meriwayatkan hadits
tersebut betul-betul menerima secara langsung, berhdapan dengan Rasulullah.
2. Bentuk
kedua dengan lafadh :
Ø Qoola
Rasuulullaahi SAW. . .
( Rasullulah saw
bersabda. . . )
Ø Amaro
Rasuulullaahi SAW. . .
( Rasulullah saw
memerintahkan. . .)
Ø Naha
Rasuulullaahi SAW. . .
( Rasulullah saw melarang. . . )
Cara
penyampaian periwayatan hadits dengan lafadh-lafadh semacam ini menunjukkan
bahwa sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut tidak mendengar langsung dari
Rasulullah, tapi kemungkinan melalui perantara sahabat yang lain.
3. Bentuk
ketiga dengan lafadh :
Ø Umirnaa
bikadzaa
( Kami disuruh begini.
. . )
Ø Nuhinaa
bikadzaa
( Kami diarang begini. . . )
Cara
penyampaian periwayatan hadits dengan lafadh-lafadh semacam ini menunjukkan
bahwa kemungkinan sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut tidak mendengar
perintah atau larangan Nabi secara langsung dari beliau, akan tetapi melalui
perantara oranglain, bahkan kemungkinan hanya merupakan kesimpulan atau
pemahaman sahabat sendiri. (Mukarrom Faisal, Ngatiman , menelaah Ilmu Hadits:
PT Tiga serangkai. Hal 137)
2. Hadits
Fi’li, adalah perilaku Nabi Muhammad SAW yang menjadi tuntunan bagi umat islam,
seperti cara mengerjakan shalat, cara mengerjakan puasa, dan cara bergaul.
b. Cara
Penyampaian Riwayat Hadits Fi’li
Para
shabat Nabi dalam menerima hadits fi’li adakalanya melihat sendiri secara
langsung apa yang dilakukan Rasulullah, dan adakalanya melalui perantara
sahabat lain.
Ada
beberapa lafadh yang sering digunakan dalam penyampaian periwayatan hadits
fi’li, diantaranya :
1. Bentuk
pertama dengan lafadh :
Ø Roaitu
Rasuulullaahi SAW. . .
( Saya melihat Rasulullah saw… )
Cara
penyampaian periwayatan hadits dengan lafadh ini menunjukkan bahwa sahabat yang
meriwayatkan hadits tersebut benar-benar secara langsung melihat sendiri apa
yang dilakukan oleh Rasulullah. Cara seperti ini merupakan cara yang paling
pokok.
2. Bentuk
kedua dengan lafadh :
Ø Kaanan
nabiyyu SAW. . .
( Adalah Nabi saw. . .
)
Ø Inna.
Annan nabiyya SAW. . .
( Sesungguhnya Nabi saw. . . )
Cara
penyampaian periwayatan hadits dengan lafadh ini menunjukkan bahwa sahabat yang
meriwayatkan hadits tersebut tidak melihat secara langsung apa yang dilakukan
oleh Rasulullah, tapi ada kemungkinan melalui para sahabat lain.
3. Adakalanya
seorang sahabat menyebutkan secara langsung apa yang dilakukan oleh Rasulullah,
tanpa diawali dengan lafadh : “Aku melihat Rasulullah saw…….”, atau “Adalah
Rasulullah saw…….”, atau “Sesungguhnya Rasulullah saw…….”.
3. Hadit
Taqriri, adalah hadits yang berupa ketetapan atau persetujuan Nabi Muhammad SAW
membenarkan atau mendiamkan apa yang dilakukan oleh sahabatnya.
4. Hadits
Hammi, adalah hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi Muhammad SAW yang
belum terlaksana. Contohnya adalah keinginan beliau untuk berpuasa tanggal 9
Asyura.
2.3 Hadits Qudsi
1. Pengertian
hadis qudsi
Hadis qudsi yaitu salah satu jenis hadis dimana
perkataan Nabi Muhammad saw disandarkan kepada Allah Swt atau dengan kata lain
Nabi Muhammad saw meriwayatkan perkataan Allah Swt yang didapat melalui ilham
atau mimpi. Hadis qudsi secara etimologi berarti suci, menyucikan Allah Swt
atau yang berarti disandarkan kepada kesucian. Hadis qudsi dinisbatkan pada
kata al Qudsu artinya suci dan bersih atau biasa disebut juga dengan hadis
Rabbani atau Ilahi. Secara terminologi adalah hadis yang oleh Rasulullah Saw
disandarkan kepada Allah Swt maksudnya Rasul menjadi rawi kalam Allah Swt ini
dari lafal beliau sendiri.
Al-Jurjani
mengartikan hadis qudsi sebagai berikut :
Hadis qudsi adalah hadis yang secara makna datang
dari Allah Swt sementara redaksinya dari Rasululah saw. Sehingga hadis qudsi
adalah berita dari Allah Swt kepada nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian
Rasulullah saw menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu,
Al-Qur’an lebih utama dibanding hadis qudsi karena Allah Swt juga menurunkan
redaksinya. (at-Ta’rifar:133)
Sementara
Al-Munawi berpendapat hadis qudsi sebagai berikut :
Hadis qudsi adalah berita yang Allah sampaikan
kepada Nabi Muhammad saw secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian
Nabi Muhammad saw menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau.
(Faidul Qadir: 4/468).
Demikianlah
pendapat mayoritas ulama mengenai hadis qudsi, yang jika disimpulkan, hadis
qudsi adalah firman Allah yang disampaikan kepada Rasulullah kemudian
Rasulullah menerangkannya dengan susunan katanya sendiri dengan demikian makana
hadis qudsi tersebut berasal dari Allah Swt, sedangan lafalnya dari Nabi
Muhammad saw.
Hadis
qudsi sama dengan hadis-hadis lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, ada
yang shahih, hasan dan juga ada yang derajat sanadnya dha’if, yang menurut
penelitian berjumlah kurang lebih 833 buah hadis. Tanda-Tanda Hadis Qudsi
Dalam
hadis qudsi biasanya berisi tentang kekuasaan Allah. Bentuk penyampaian
pertamanya adalah sebagai berikut :
a. Adanya
kalimat
b. Adanya
kalimat
c. Adanya
lafadh-lafadh lain yang semakna dengan lafadh-lafadh diatas, setelah penyebutan
rawi yang menjadi sumber pertamanya, yaitu sahabat.
2.4 Perbedaan Hadis Qudsi dengan
Al-Qur’an dan Hadis Nabawi
a. Perbedaan
Hadis Qudsi dan Al-Qur’an
Al-Qur’an
|
Hadis
Qudsi
|
1.
Disyaratkan harus mutawatir
2.
Dihukumi ibadah bagi yang
membacanya
3.
Sebagai mukjizat
4.
Tidak boleh diriwayatkan dengan
maknanya saja
5.
Lafal dan maknanya dari Allah
6.
Dibaca dalam shalat
7.
Haram menyentuhnya bagi yang
berhadas
8.
Keberadaannya pasti
9.
Membangkangnya dihukumi kafir
10.
Terdapa ayat dan surah
|
1.
Tidak harus mutawatir
2.
Tidak dihukumi ibadah bagi yang
membacanya
3.
Bukan mukjizat
4.
Boleh diriwayatkan dengan
maknanya saja
5.
Lafal dari nabi dan maknanya dari
Allah
6.
Tidak dibaca dalam sholat
7.
Boleh menyentuh bagi yang
berhadas
8.
Keberadaannya hanya perkiraan
9.
Membangkangnya tidak dihukumi
kafir
10.
Tidak terdapat ayat dan surah
|
2.4
Perbedaan Hadits Nabawai dan Hadits Qudsi
Hadis Nabawi
|
Hadis Qudsi
|
1.
Sandarannya adalah Nabi
2.
Berhubungan dengan tata cara
ibadah, kemaslahatan umat, mu’amalah, dan menyebutkan halal dan haram.
|
1.
Sandarannya adalah Allah Swt
2.
Berhubungan dengan hak Allah Swt
dengan menjelaskan keagungan-Nya, menampakan rahmat-Nya, dan mengingatkan
luasnya kekuasaan-Nya.
|
BAB III
PENUTUP
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan
kesempatannya kepada kita semua, terutama untuk kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan terima kasih juga untuk ibu Nurcholidah sebagai dosen mata kuliah Pengantar hadits. Begitu banyak
pelajaran yang kami dapat dengan pemberian tugas ini.
Hingga
dapat disimpulkan hadits merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah
SAW baik perkataan, perbuatan, ketetapan-Nya. Hadits itu menguatkan dan
menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur;an, menguraikan dan merincikan,
mengkaitkan yang mutlak dan mentaskhsiska yang umum, Tafsil,
Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an.
Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman Alloh SWT
dalam QS. An-Nahl ayat 44:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an,
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44
Jadi , Penting
seklali mempelajari ilmu hadits karena hadits juga menetapkan
dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang terjadi
adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an.
Contohnya : haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas
dan kain sutra bagi laki-laki.
Akhir kata semoga
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat untuk pembaca sekalian.
Wassalamualaikum
wr. wb
Komentar
Posting Komentar