BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bencana alam (bahasa
Inggris: Natural
disaster) adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa
bumi, tsunami, tanah
longsor, badai
salju, kekeringan, hujan es, gelombang
panas, hurikan, badai
tropis, taifun, tornado, kebakaran
liar dan wabah
penyakit. Beberapa bencana alam terjadi
tidak secara alami. Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi
faktor manusia dan alam. Dua jenis bencana alam yang diakibatkan
dari luar angkasa jarang
mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai
matahari.
Palu
adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu merupakan kota yang
terletak di Sulawesi Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah
barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi
Moutong di sebelah timur. Musibah gempa,
tsunami dan likuefaksi yang melanda Kota Palu, Donggala dan sekitarnya
di Sulawesi Tengah meninggalkan banyak cerita duka.
Berdasarkan data
yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga H+13 atau
Kamis (11/10/2018), korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah telah mencapai
2.073 orang.
1.2
Identifikasi Masalah
1.
Masalah apa saja yang terjadi dalam bencana tersebut?
2.
Persoalan kejiwaan apa saja yang terjadi karena peristiwa tersebut?
3.
Bagaimana penanganan konseling pada bencana Palu-Donggala?
4.
Apa yang perlu diperhatikan konselor terhadap korban bencana alam tersebut?
5.
Metode apa saja yang dianggap paling tepat untuk mengkonseling masyarakat yang
terkena bencana tersebut?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah yang terjadi di
Palu-Donggala
Dataran Kota
Palu dikelilingi oleh pegunungan dan pantai. Peta ketinggian mencatat, 376,68
Km2 (95,34%) wilayah Kota Palu berada pada ketinggian 100 - 500
mdpl dan hanya 18,38 Km2 (46,66%) terletak di dataran yang
lebih rendah. Kota Palu terletak di bagian Utara khatulistiwa, menjadikan Kota
Palu sebagai salah satu kota tropis terkering di Indonesia dengan curah hujan
kurang dari 1.000 mm per tahun.
Secara geografis, Kota Palu
berbatasan dengan daerah sebagai berikut:
Pada
tanggal 28 September 2018 pukul 18.02 WITA, gempa berkekuatan
7,4 Mw mengguncang daerah Donggala, Palu dan
sekitarnya. Selain, korban jiwa, gempa dan tsunami di
Donggala juga menyebabkan bangunan-bangunan rusak. Salah satunya Jembatan
Kuning yang menjadi ikon kota Palu. Berikut informasi sementara terkait
bangunan yang rusak:
1.
Pusat perbelanjaan atau mal terbesar di kota Palu, Mal
Tatura Jala Emy Saelan ambruk
2.
Hotel Roa-Roa berlantai 8 di Jalan Pattimura rata
dengan tanah. Di hotel terdapat 76 kamar dari 80 kamar yang terisi oleh tamu
4.
Rumah Sakit Anutapura yang berlantai empat di Jalan
Kangkung, Palu roboh
6.
Jalur trans Polo-Poso-Makassar tertutup longsor
2.2 Persoalan Jiwa korban bencana
Palu-Donggala
Bencana memang
sangat merugikan, korban bukan hanya akan kehilangan harta benda, tapi
kemungkinan juga akan terguncang secara mental, bahkan bisa jadi mudah terkena
gangguan jiwa.
Biasanya korban
bencana akan mengalami bencana psikososial (stressor), terutama yang bersifat
katastropik. Hal ini bersifat mengancam nyawa atau integritas seseorang
sehingga memerlukan penanganan yang menyeluruh dan bersifat segera agar dapat
mencegah terjadinya gangguan jiwa berat.
Jika tidak
ditangani dengan baik, bencana psikososial umumnya akan mengakibatkan terjadinya gangguan stress akut
atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Bahkan tidak menutup kemungkinan
juga terjadi gangguan jiwa yang lain seperti misalnya depresi, gangguan
kecemasan, gangguan mood, penyalahgunaan zat aditif, dan lain sebagainya. Bencana
psikososial juga bisa berdampak pada terjadinya gangguan fisik, misalnya
hipertensi dan diabetes.
"Stresor
psikolisis ialah suatu tekanan atau peristiwa yang menimpa seseorang yang
memerlukan adaptasi," ujar DR. dr. Nurmiati Amir, SpKJ (K) – Ketua Majelis
Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiater.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa menyebutkan bahwa
salah satu upaya preventif kesehatan jiwa yakni mencegah timbulnya dampak
psikososial.
Gejala-gejala PTSD
bisa dilihat dari berulangnya memori yang menakutkan, mimpi menakutkan, reaksi
disosiasi, penderitaan psikologis traumatik. Hal ini terjadi terus-menerus, dan
orang yang mengalami biasanya akan menghindar, menghindari memori, pikiran atau
perasaan terkait bencana.
Dr Nurmiati pun
mengatakan, adapula gejala PTSD lanjutan seperti ketidakmampuan mengingat aspek
penting peristiwa traumatik. Orang akan kehilangan kepercayaan terhadap diri
sendiri dan orang lain seperti misalnya selalu menyalahkan diri sendiri,
hilangnya minat beraktivitas, merasa terpisah dari lingkungan, ketidakmampuan
merasakan emosi positif, merusak diri sendiri, cepat marah, mudah kaget dan
selalu waspada, serta gangguan jam tidur.
Beliau pun
menambahkan, Stressor psikososial terbagi atas dua kategori
1. Usual
atau common stressor yang bersifat individual. Masing-masing orang
akan memersepsikan stresor ini sebagai stresor dengan skala ringan, sedang atau
berat.
Berat
ringannya skala stresor ini bergantung pada persepsi seseorang terhadap stresor
tersebut. Selain itu, kepribadian, daya tahan psikologis, pengalaman dan
kemampuan atau keterampilan seseorang mengatasi stresor juga menentukan.
2.
Catastrophic stressor, yaitu stressor yang mengancam nyawa, misalnya
bencana tsunami atau stresor yang mengancam integritas misalnya pemerkosaan.
Semua orang akan memersepsikan stresor katastrofik sebagai stresor yang sangat
berat.
“Stressor belum tentu mengakibatkan stres pada semua
individu, hal ini tergantung pada kepribadian, pengalaman serta kemampuan orang
menghadapi masalah. Hal yang perlu dicegah adalah terjadinya gangguan stresor
akut, gangguan stres pasca trauma (PTSD), atau gangguan jiwa lainnya,"
ujar Nurmiati.
Sebelum individu mengalami PTSD, terjadi fase akut
yang berlangsung mulai dari 3 hari hingga 1 bulan pasca trauma (gangguan stress
akut). Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan stres akut dapat berlanjut
menjadi PTSD.
Di dalam otak manusia, terdapat bagian yang disebut
amigdala. Amigdala merupakan pusat rasa takut. Ketika terjadi bencana
psikososial, amigdala teraktivasi dan akan mengirim sinyal ke berbagai otak
lainnya.
Amigdala tak ubahnya seperti “stasiun pemancar” yang
mengirim sinyal ke berbagai penjuru. Misalnya Amigdala mengirim sinyal ke batang
otak, terjadilah peningkatan denyut jantung (berdebar-debar) dan pembuluh darah
perifer menciut sehingga orang menjadi pucat.
Amigdala juga mengirim sinyal ke pusat yang mengatur
pernafasan sehingga nafas orang yang mengalami trauma menjadi pendek atau cepat.
Peristiwa rasa takut yang hebat akan disimpan ke bagian otak yang disebut
hipokampus yang akan memunculkan berulang kali peristiwa traumatik tersebut,
tidak sama dengan penyimpanan memori biasa. Memori bencana traumatic disimpan
lebih dalam dan lama, sulit atau tidak mungkin hilang.
Psikiater memegang peranan penting dalam upaya
mengenali secara dini permasalahan kesehatan mental akibat bencana psikososial,
bagaimana mencegah terjadinya gangguan jiwa dan menanggulanginya serta
melakukan pertolongan pertama psikologis.
2.3 Penanganan Konseling korban
bencana Palu-Donggal
Bencana
alam, termasuk gempa dan tsunami yang kemarin lusa terjadi di Palu dan
Donggala merupakan bencana yang memilukan dan menimbulkan banyak korban jiwa.
Dalam hal ini, tentu dirasakan oleh berbagai kalangan, baik kalangan muda
maupun tua, balita maupun manula dan lain-lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian dari mereka,
khususnya balita/anak-anak pasti trauma dengan kejadian yang demikian. Masa
anak-anak merupakan masa yang rawan terkena guncangan jiwa dan stress, mengapa
demikian? Karena seorang anak belum dibekali kemampuan atau skill yang mumpuni
untuk mengobati luka jiwa yang mereka alami. Apalagi jika mereka sampai
kehilangan keluarganya? Sungguh memprihatinkan, bukan?
Kehilangan sanak saudara, teman bermain dan
orang-orang yang dicintai tentu saja dapat menyebabkan perasaan yang resah,
gusar, gelisah, khawatir dan takut yang kesemuanya itu mengarah kepada trauma
yang mendalam terutama seusia anak-anak.
Melihat hal tersebut, kewajiban bagi konselor untuk
memberikan konseling pada anak-anak dan lebih ditekankan pada pengembalian
kestabilan emosi anak supaya mereka mampu menerima keadaan dan dapat mencapai
kestabilan emosinya.
Disesuaikan
dengan kompetensi yang harus dimiliki konselor, dan seperti yang telah termuat
dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2009 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa konselor mencakup empat ranah kompetensi,
yaitu:
Kompetensi
Pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil pembelajaran dan pengembangan peserta didik.
Kompetensi
kepribadian, yaitu kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik
dan berakhlak mulia
Kompetensi
sosial, yaitu kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar
Kompetensi
profesional, yaitu kompetensi profesional adalah penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan
Sedangkan peranan seorang guru BK/konselor dapat
dilakukan dengan berbagai cara, terutama bagi anak-anak Palu dan Donggala yang
mengalami gangguan psikologis dan trauma akibat musibah yang melandanya.
Misalnya: play therapy (terapi bermain), memberikan hiburan yang lucu dan
tontonan film kartun yang mendidik, memberikan motivasi dan memanamkan sifat
optimis pada anak-anak dan lain-lain.
Dengan
demikian, anak-anak dapat menciptakan suasana yang rileks dan mungkin dapat ceria
kembali. Karena hal itu merupakan obat yang cukup manjur untuk menghadapi
stress pada anak.
Oleh karena itulah, bmbingan dan konseling juga
menduduki peranan penting dan merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan untuk
dieksekusikan langsung guna membantu membimbing para korban agar tidak
mengalami trauma mendalam dan gangguan psikologis lainnya akibat bencana gempa
dan tsunami yang baru saja menimpa daerahnya.
Seperti ditayangkan Liputan6 SCTV, Jumat
(5/10/2018), dalam kondisi yang serba terbatas, puluhan anak-anak ini dihibur
dengan berbagai permainan. Kegiatan ini dimaksudkan agar anak-anak tersebut
bisa segera melupakan peristiwa yang pernah dialaminya saat bencana terjadi.
"Kami
lakukan cerita, dongeng, dan sulap. Ini secara tidak langsung menyembuhkan
trauma mereka selama mereka terkena bencana di Palu," kata anggota Healing
Childs Balikpapan, Jhony Batubara.
Sesuai
rencana, aktifivas bimbingan mental pada anak-anak korban bencana gempa
dan tsunami ini akan terus dilakukan hingga kondisi psikis
anak-anak pulih dari trauma. (Rio Audhitama Sihombing)
2.4 Hal-hal yang harus diperhatikan
terhadap korban bencana Palu-Donggala
Prof Dr Ari F Syam,
SpPD, Advisor Tim Medis FKUI/RSCM-UI Peduli untuk Gempa dan Tsunami
Palu-Donggala, dalam keterangan tertulisnya, memberikan beberapa upaya yang
harus diperhatikan di lingkungan pengungsi Korban
Gempa dan Tsunami Palu-Donggala:
1. Para pengungsi harus
mendapat makanan dan minuman yang cukup selama berada di pengungsian,
ini juga membuat mereka tenang karena kebutuhan hidup dasarnya dipenuhi. Pengadaan
sembako pada lokasi pengungsian dengan jumlah besar harus dikawal oleh militer
2. Dapur-dapur
umum yang tersedia selalu mendapat suplai bahan makanan dan air bersih yang
memadai untuk masak dan minum.
3. Usahakan
makanan yang dikonsumsi dalam keadaan segar.
4. Usahakan
agar kondisi tempat pengungsian di buat senyaman mungkin.Tersedia alas tidur yang
memadai dan juga selimut agar tubuh para pengungsi terutama
orang tua dan anak-anak tetap terlindungi terutama dari angin malam.
5. Kebersihan
lingkungan pengungsian selalu terjaga dengan tersedianya tempat-tempat
sampah di sekitar lokasi pengungsian.
Termasuk bangkai binatang harus dikubur untuk menjaga lingkungan pengungsian
tetap sehat.
6. Sarana
MCK yang memadai dengan persediaan air yang cukup tentu juga tersedianya sabun
dan peralatan mandi.
7. Para pengungsi khususnya
anak-anak dan orang tua diberikan suplemen yang berisi multivitamin dan mineral
mengingat keterbatasan makanan dan minuman dengan zat gizi yang lengkap yang
bisa dikonsumsi sehari-hari.
8. Bagi
anak-anak perlu upaya untuk melakukan trauma healing dengan pengadaan buku-buku
bacaan, mainan anak-anak dan kelompok-kelompok bermain untuk anak-anak.
9. Untuk
pasien usia lanjut perlu adanya kegiatan seperti alat sulam, melakukan
aktivitas pengajian bersama-sama dan lainnya yang membuat para orang usia
lanjut ini tetap selalu berpikir.
10. Sarana dan
prasarana untuk ibadah harus diadakan agar masyarakat bisa berkesempatan untuk
berdoa dan tetap sabar dalam menghadapi cobaan ini.
11. Acara-acara
kesenian yang menjadi favorit masyarakat sekitar juga diusahakan hadir secara
berkala untuk mengatasi kejenuhan dan mengurangi kesedihan para pengungsi.
Dokter Ari yang menjadi mantan Relawan berbagai gempa di
Indonesia menjelaskan, pinsip dasar penanganan korban gempa jenazah
yang ditemukan segera dikubur, Korban luka/sakit segera diobati, dan masyarakat
di pengungsian harus tetap sehat.
2.5 Metode yang tepat untuk
mengkonseling korban bencana Palu-Donggala
Konseling
merupakan bantuan yg bersifat terapeutis yg diarahkan untuk mengubah sikap dan
perilaku konseli, dilaksanakan face to face antara konseli dan konselor,
melalui teknik wawancara dengan konseli sehingga dapat terentaskan permasalahan
yang dialaminya.
Trauma
adalah suatu kondisi emosional yang berkembang setelah suatu peristiwa trauma
yang tidak mengenakkan, menyedihkan, menakutkan, mencemaskan dan menjengkelkan,
seperti peristiwa : Pemerkosaan, pertempuran, kekerasan fisik, kecelakaan,
bencana alam dan peristiwa-peristiwa tertentu yang membuat batin tertekan,
misalnya konseli(siswa) yang tidak lulus Ujian Nasional
Trauma
psikis terjadi ketika seseorang dihadapkan pada peristiwa yang menekan yang
menyebabkan rasa tidak berdaya dan dirasakan mengancam. Reaksi umum terhadap
kejadian dan pengalaman yg traumatis adalah berusaha menghalaukannya dari
kesadaran,namun bayangan kejadian itu tidak bisa dikubur dalam memori.
Seiring
dengan kejadian tersebut konselor sebagai pendidik pada jalur formal yg
bertugas melakukan bimbingan dan konseling di Sekolah bertanggung jawab untuk
dapat membantu peserta didik/ masyarakat/ individu yg mengalami peristiwa
trauma sehingga dapat keluar dari peristiwa trauma.
Konseling
traumatik yaitu konseling yang diselenggarakan dalam rangka membantu konseli
yang mengalami peristiwa traumatik, agar konseli dapat keluar dari peristiwa
traumatik yang pernah dialaminya dan dapat mengambil hikmah dari peristiwa
trauma tersebut.
Konseling
traumatik merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu para korban mengatasi
beban psikologis yang diderita akibat bencana gempa dan Tsunami. Guncangan
psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan
sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan emosi
para korban gempa. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam
menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada
stres berat yang sewaktu-waktu bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila.
Konseling
traumatik dapat membantu para korban bencana menata kestabilan emosinya
sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam
kondisi yang sulit. Konseling traumatik juga sangat bermanfaat untuk membantu
para korban untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir
realistik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber :
Komentar
Posting Komentar